Senin, 21 Desember 2015

Apakah Ke Kristenan Itu?

KEKRISTENAN BUKAN AGAMA

Memang sulit untuk mengatakan bahwa Kekristenan bukan agama, sebab pada kenyataannya Kekristenan telah menjadi lembaga agama dengan berbagai atribut serta ornamennya. Padahal yang penting dalam Kekristenan adalah usaha yang menciptakan proses seseorang menjadi “manusia Allah” yang berkarakter Allah Bapa. Mereka (siapa pun) yang telah mengupayakan Kekristenan menjadi agama adalah pengkhianat. Mereka telah dipakai Iblis merusak rencana Allah. Tentu saja hal tersebut didorong oleh berbagai ambisi dan kepentingan pribadi maupun kelompok. Mereka tidak menghadirkan Kerajaan Allah, tetapi kerajaan manusia atau kerajaan gereja.
Kalau kita konsekuen mengakui bahwa Kekeristenan bukanlah agama, maka kita harus menghilangkan unsur-unsur agamani yang merusak kemurnian iman Kristen. Hal ini bukan sesuatu yang mudah, karena pola keberagamaan Kristen yang telah bertahun-tahun mengakar dalam kehidupan orang Kristen dan peta pikiran mengenai keimanan sudah terbentuk begitu kokoh.


Fakta-fakta dalam Kekristenan telah menjadi kausalitas tetap kokohnya konsep kekristenan yang sama dengan keberagamaan. Kenyataan doktrin-doktrin gereja dan pola pikir rohaniwan yang disejajarkan dengan Alkitab. Kewibawaan Alkitab sebenarnya telah dirongrong oleh pola pikir yang salah tersebut, khususnya oleh tokoh-tokoh Kristen yang mengaku telah menerima pengajaran langsung dari Tuhan. Tanpa mereka sadari, mereka telah mengobrak-abrik pengajaran murni yang seharusnya dipahami jemaat. Pada umumnya mereka memiliki peta berpikir keimanan yang tidak Alkitabiah. Ciri kehidupan hamba-hamba Tuhan seperti ini selain tidak melakukan penggalian yang benar terhadap Alkitab, juga ketidaksanggupannya hidup dalam kesederhanaan seperti Yesus. Bagaimanapun, pengajaran yang benar akan memindahkan hati ke Kerajaan Surga. Fokusnya adalah kekekalan. Pikiran sudah tertaruh dalam Kerajaan Bapa di surga.1 Bila fokusnya kepada kekekalan, maka ia tidak akan berbangga dengan perkara-perkara lahiriah.
Sementara itu banyak orang yang dianggap sebagai pengajar yang baik karena melewati jenjang pendidikan teologia, ternyata hanya mengolah Firman Tuhan sebagai salah satu bidang disiplin ilmu pengetahuan semata-mata. Di antara mereka dengan arogansinya bersikap seolah-olah Tuhan dapat diformulasikan. Di antara mereka nampak keengganannya meninggalkan pola berpikir akademisi yang mereka peroleh bertahun-tahun di bangku sekolah tinggi teologia, sehingga mereka terkungkung di sana. Padahal kebenaran Firman Tuhan harus progresif dipahami dan terus bergerak untuk mencapai pemahaman terhadap apa yang baik, yang berkenan dan yang sempurna. Dalam hal ini bukan berarti tidak mungkin meninggalkan pola berpikir agamani, kita tetap bisa melakukannya kalau kita mengerti prinsip-prinsip inti Injil.
Hal pertama yang harus dilakukan untuk kembali kepada kemurnian Injil atau kekristenan adalah tidak memandang kehidupan bangsa Istrael sebagai standar hidup orang percaya. Untuk itu kita harus memandang Perjanjian Lama dengan benar. Kita harus memperlakukan kitab Perjanjian Lama sepantasnya atau pada proporsinya. Ayat-ayat dalam Perjanjian Lama harus dipahami sesuai dengan konteksnya dan tidak menjadikannya sebagai kalimat sakti, seperti agama-agama tertentu di dunia ini memandang ayat-ayat kitab sucinya. Kegagalan seseorang tidak mengerti hal ini, akan menjerumuskannya kepada pemahaman atau konsep-konsep teologia yang tidak Alkitabiah.
Selama ini semua ide, pandangan atau teologia yang didasarkan pada satu atau dua ayat dalam Alkitab sudah dianggap benar. Masalahnya bukan pada deret-deret ayat yang disusun untuk menjadi landasan pandangan, tetapi apakah pemahaman terhadap ayat-ayat tersebut sudah benar? Apakah kita mempelajari konteks ayat tersebut? Untuk menemukan pandangan teologia yang sesuai dengan Injil yang murni, kita harus mendasarkan teologia kita pada karya keselamatan dalam Yesus Kristus. Tuhan Yesus Kristuslah landasan atau dasar dari semua pandangan kita. Setiap pandangan teologia harus diverifikasi oleh karya keselamatan dalam Yesus Kristus atau pengajaran Tuhan Yesus dalam Perjanjian Baru. Itulah sebabnya penginjilan tidak dimulai dari mempelajari Perjanian Lama, tetapi berita keselamatan dalam Yesus Kristus dan prinsip-prinsip pengajaran-Nya. Selanjutnya untuk memperdalam kebenaran Tuhan, harus melihat Perjanjian Lama. Ketika seseorang mendalami Alkitab dari Perjanjian Lama, maka imannya makin diteguhkan dan pengertiannya makin mendalam dan dewasa. (truth) Amin Semangat Pagi Berkarya Tuhan Yesus Memberkati Shalom.
1) Matius 6:19-22
Dikutip dari : https://www.facebook.com/groups/232357956857235/permalink/958592300900460/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar